Kamis, 09 November 2017

Pembukaan Lahan Ancam Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat


JAMBI, LAMPUNGUPDATE.COM - Ancaman pembukaan lahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, masih tinggi sehingga harus dilakukan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam lestari.

"Separuh kawasan di Kerinci ini kawasan konservasi, jumlah penduduk semakin bertambah dan kebutuhan lahan juga meningkat, sehingga jika optimalisasi pengelolaan lahan yang terlantar ini tidak dilakukan, maka tekanan ke kawasan TNKS semakin tinggi," kata Direktur Sumatra Sustainable Support (SSS Pundi Sumatera), Sutono, dalam keterangannya di Kerinci, Kamis.

Sutono menyebut, ancaman dan tekanan pembukaan perladangan di kawasan Taman Nasional itu masih tinggi dan bisa terjadi karena masyarakat kurang mengoptimalkan lahan yang terlantar, sehingga dikuatirkan membuka ladang di kawasan konservasi itu.

Sementara saat ini di Kabupaten Kerinci diperkirakan terdapat lahan terlantar seluas 15.700 hektare, baik yang terdapat dalam kawasan kesatuan pemangku hutan produksi (KPHP) dan areal penggunaan lain (APL) yang belum dioptimalkan masyarakat.

Atas kondisi tersebut, Pundi Sumatera bersama konsorsium Greendev yang didukung pendanaan MCA-Indonesia melakukan pembinaan dan pendampingan dalam upaya peningkatan ekonomi lokal melalui pemanfaatan lahan terlantar dan kritis melalui program optimalisasi sumber daya alam.

Ia berpendapat, pertumbuhan penduduk merupakan syarat perlu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kondisi ekonomi yang lebih sejahtera akan menjamin kelestarian lingkungan.

Sebab itu, pihaknya melakukan pendampingan lapangan kepada 100 orang petani yang tergabung dalam dua kelompok tani di Blok Perladangan Bukit Bulat, Desa Sungai Tengah, Kecamatan Kayu Aroma Barat, Kerinci, untuk mengoptimalkan kawasan lahan terlantar dengan menanam komoditas Kopi Arabika Kerinci.

Selama ini kelompok tani yang ikut dalam program tersebut meninggalkan kawasan itu, karena ketidakjelasan legalitas status kawasan dan lahannya tidak bisa diolah karena kehilangan kesuburan.

Sehingga, kata Sutono, perlu adanya pendampingan terhadap legalitas kawasan yang ditanami masyarakat melalui pilihan skema perhutanan sosial dan diskusi yang dilakukan petani dengan menyepakati skema hutan kemasyarakatan.

"Konsep tersebut kami mencoba membidik skema akses perhutanan sosial, program ini memberikan peluang yang memang ditunjukkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Hal itu yang kita dorong untuk dimanfaatkan kembali," katanya menjelaskan.

Kawasan lahan terlantar yang sedang dikerjakan oleh dua kelompok tani tersebut seluas 100 hektare dari luas keseluruhan 500 hektare, dengan ditanami komoditas Kopi Arabika Kerinci.

Dipilihnya kopi sebagai komoditas yang dikembangkan itu karena memiliki potensi dan nilai jual yang baik dan juga menyita waktu cukup banyak, sehingga kekhawatiran tekanan pembukaan lahan perladagangan di kawasan TNKS akan berkurang.

"Dengan pemanfaatan lahan kritis secara maksimal itu, maka secara otomatis mengurangi tekanan di kawasan hutan konservasi," katanya pada saat tanam perdana kopi Arabika Kerinci di kawasan perladangan Bukit Bulat, Kerinci.

Selain pendampingan dan penguatan dalam program atas dukungan lembaga donor tersebut, juga dilakukan pada proses pembibitan dan penanaman, dengan total bibit kopi yang disediakan sebanyak 100 ribu batang dan 30 ribu bibit tanaman kayu Surian dan Medang Hijau yang digunakan sebagai tanaman penyangga.

"Jadi kelompok petani yang menjadi binaan kita itu, kita berikan bibit dan kami berikan pendampingan supaya mereka mengoptimalkan lahan yang ada ini, dan jangan sampai merambah di kawasan," jelas Sutono. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar